Poultry: It’s Chicken time. Sektor pakan ternak telah berada di bawah pergerakan IHSG dan Mandiri Consumer Index sebesar 5-6% sejak awal tahun (YTD). Kami memprediksi margin akan berada di bawah pada kuartal ini dan akan membaik pada kuartal III/2014. 

Kami menilai bahwa beban bahan mentah mulai turun, impor ayam Jepang yang dimulai lagi, dan potensi apresiasi rupiah pada kuartal IV/2014 menjadi katalis sektor itu. 

Mandiri Sekuritas meningkatkan rekomendasi sektor poultry menjadi OVERWEIGHT dengan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN, Rp4.250, BUY, TP Rp6.000) dan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA, Rp1.350, BUY, TP Rp1.860) sebagai top picks.


***

Bigger scale is better and stronger. Dari semua emiten yang kami riset, CPIN membukukan kinerja semester I/2014 yang paling kuat dengan penurunan laba setelah pajak (NPAT) sebesar 18% YoY. Posisi itu diikuti oleh JPFA yang turun 34% dan PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN, Rp3.450, BUY, TP Rp4.500) yang turun 50% YoY. 

CPIN masih menjadi pelaku industri poultry yang terkuat dengan pertumbuhan penjualan pakan 28% dan 20% pada kuartal II/2014, diikuti oleh margin EBIT JPFA yang dua digit dan segmen ayam umur sehari (DOC) masing-masing sebesar 12%–14% pada kuartal II/2014 vs MAIN yang profitablitasnya tertekan hingga tinggal satu digit dan pertumbuhan penjualan hanya sebesar 14%. 

Chicken prices recover. Berdasarkan penelusuran dan informasi yang kami dapat, harga ayam broiler dan telur mulai membaik dan petani mulai membukukan laba positif. Harga DOC dan broiler (dalam kondisi hidup) sekitar Rp4.500 per ekor dan Rp20.000 per kg, yang membaik dalam jumlah besar dari posisi terbawah Rp2.000 per ekor dan Rp13.000–14.000/kg pada kuartal I/2014 dan kuartal II/2014. 

Sumber kami di industri menyebutkan bahwa kebijakan intervensi pemerintah terkait dengan harga ayam tidaklah efektif karena tidak ada prosedur penetapan sanksi yang jelas. Karena itu, akibat respon pasar yang cepat dan dinamis, ekuilibrium baru lebih diciptakan oleh supply & demand dan mirip dengan siklus 2-3 tahunan, yang menurut kami telah membuat kuartal III/2013 menjadi titik terbawah. 

Japanese chicken import resumption will sustain future demand growth. Baru-baru ini, Kementerian Perdagangan telah mengumumkan bahwa Jepang kemungkinan akan kembali mengimpor produk ayam olahan dari Indonesia dengan kisaran nilai US$200 juta (10% dari pangsa pasar makanan olahan Jepang atau hanya 2-3% dari total ukuran pasar Indonesia).  

Yet it could sustain future growth if the demand grows bigger. Kenaikan pajak konsumsi di Jepang yang terjadi sebesar 5% menjadi 8% dan berlaku pada 1 April 2014 terlihat mulai menurunkan pertumbuhan konsumsi rumah tangga karena membuat harga daging sapi dan babi yang relatif naik, sehingga terjadi pergeseran dengan daging yang lebih tercapai, yaitu ayam broiler. 

Kami menilai Indonesia dan Thailand akan menjadi pihak yang diuntungkan untuk memenuhi kebutuhan Jepang setelah China telah terkena skandal makanan. Perusahaan yang masuk ke dalam riset kami mengonfirmasi bahwa beberapa petugas pemerintahan Jepang telah mulai mencermati fasilitas pabrik mereka dan hasilnya akan diumumkan pada kuartal IV/2014. 

Patut dicatat bahwa CPIN dan JPFA memiliki rekam jejak di pasar Jepang, yaitu sebagai pemasok sebelum terjadi krisis flu burung pada 2003–2004. 

Declining commodity prices and potential IDR appreciation are the key catalysts. Karena adanya kelebihan supply komoditas pertanian dari AS, harga jagung dan kedelai telah turun, masing-masing lebih dari 25% dan 15%. Karena menilai penurunan harga tersebut  akan menjadi katalis porisif untuk sektor poultry karena perusahaan di industri dapat berekspansi dan meningkatkan margin pakan ternak. 

Ke depannya, potensi apresiasi rupiah akan menurunkan rugi valas perusahaan yang ditumbulkan oleh utang denominasi dolar AS. Hal itu juga akan berdampak positif pada total margin untuk perusahaan poultry pada kuartal IV/2014 dan ke depannya. 

Beberapa risiko utama: 1.) Depresiasi rupiah yang berlanjut, 2.) volatilitas beban bahan mentah, dan 3.) realisasi harga ayam yang lebih rendah daripada ekspektasi, 4.) perlambatan makroekonomi. (Herman Koeswanto, Riset Mandiri Sekuritas) 

Sumber: milis KompilasiRiset@yahoogroups.com 

 



Posting Komentar

 
Top