Jakarta – Eddy Rustanto mungkin bukan seorang
investor kakap bermodal miliaran rupiah. Namanya boleh jadi tidak
dikenal publik. Namun tidak mustahil jika dirinya akan menjadi sosok impian setiap investor saham.
Jika Warren Buffet dikatakan pernah menyulap saham Coca-Cola seharga
US$ 1 per saham menjadi US$ 1.000 per saham, mungkin kisah yang ‘hampir’
sama akan dialami
Eddy.
Pada tahun 1990, tepatnya pada tanggal 1 Maret 1990, PT Aqua Golden Mississippi
menggelar penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO). Dengan mencatatkan saham sebanyak 6.000.000 saham. Harga pelaksanaan IPO perusahaan yang menyandang kode AQUA ini sebesar Rp7.500 per saham dengan nilai nominal Rp1.000 per saham.
Eddy Rustanto, merupakan salah seorang investor yang berpartisipasi dalam IPO
itu. Tak banyak yang ia beli, jumlahnya tidak sampai 1 lot. Sebagai
catatan, untuk masa itu, investor dimungkinkan membeli saham berjumlah
di bawah 500 lembar (1 lot) atau yang dikenal dengan istilah Odd Lot
(lot ganjil).
“Waktu itu saya beli cuma 100 lembar saham pada harga IPO. Tujuannya
ya investasi, iseng-iseng beli, siapa tahu bisa untung di kemudian
hari,” ujar Eddy kepada detikFinance, Senin (20/9/2010) malam.
Itu berarti, modal yang dikeluarkan Eddy untuk berpartisipasi dalam IPO AQUA
hanya sebesar Rp750.000. Pada tahun 1994, AQUA membagikan saham bonus dengan rasio 2:1 atau setiap pemegang 2 saham akan memperoleh 1 saham baru.
Pada tahun 1995, AQUA kembali menggelar aksi pembagian saham bonus dengan rasio
10:3 atau setiap pemegang 10 saham akan memperoleh 3 saham baru. Kemudian pada tahun 1997, AQUA membagikan dividen saham dengan rasio 8:1 atau setiap pemegang 8 saham akan memperoleh 1 saham baru.
Demikianlah sejak 1997 total saham AQUA dalam modal disetor dan ditempatkan
penuh sebanyak 13.162.473 saham, jumlah yang sama hingga hari ini. Bersamaan dengan serangkaian aksi itulah, tanpa menambah modal apa pun jumlah saham Eddy kini berlipat 2,19 kali menjadi 219 lembar saham. “Jumlah saham saya saat ini segitu, 219 lembar,” ujarnya.
Pada akhir 2001, AQUA menggalang rencana go private alias mengubah
statusnya menjadi perusahaan tertutup. Untuk keperluan itu, AQUA
menawarkan harga tender offer sebesar Rp35.000 per saham. Sayangnya
rencana itu tidak disetujui pemegang saham lantaran harga saham AQUA
merambat naik hingga menyentuh level yang sama dengan harga tender.
Pada akhir Agustus 2001, harga AQUA masih di level Rp15.000-an. Pada Desember 2001, harganya telah menyentuh level Rp35.000 per saham.
“Waktu itu memang pemegang saham minoritas meminta harga lebih
tinggi, karena harga tender sama dengan harga di pasar. Makanya waktu
itu rencana go private akhirnya gagal karena tidak dapat restu pemegang
saham,” tutur Eddy.
Lama berselang, AQUA kembali menggelar rencana go private pada akhir
2005. Ketika itu harga AQUA di pasar reguler berkisar di level Rp50.000
per saham, sedangkan harga tender yang ditawarkan AQUA sebesar Rp100.000 per saham.
Pada RUPS 14 November 2005, jumlah investor independen yang hadir hanya 52,74%,
jauh dibawah ketentuan Bapepam-LK minimal sebanyak 75%. RUPS ke 2 digelar pada 2 Desember 2005. Namun yang hadir hanya 39,27% saja. Dan pada RUPS ke 3, batasan kuorum tetap tidak dapat dipenuhi.
Oleh sebab itu, otomatis rencana go private ini kembali gagal. Pertanyaannya
kemudian, mengapa investor-investor memutuskan tidak hadir?
Menurut Eddy, saat itu memang ada pihak-pihak yang membisikkan
pemegang saham minoritas untuk menjegal go private AQUA dengan alasan
harga tender yang ditawarkan terlalu murah.
“Saat itu saya termasuk yang setuju dengan rencana go private. Tetapi ada
beberapa investor minoritas yang punya saham cukup banyak, mendesak manajemen menaikkan harga tender. Padahal saat itu, banyak sekali pemegang saham minoritas yang setuju dengan harga yang ditawarkan,” ungkap Eddy.
Hal senada diungkapkan oleh Yuli, ibu dari Ardhian Indrayana yang diberi surat
kuasa atas kepemilikan 6.163 lembar saham AQUA milik Ardhian. “Memang sangat disayangkan kalau dari kemarin-kemarin gagal terus karena ada investor besar yang meminta harga terlalu tinggi. Padahal, kita yang hanya punya sedikit ingin menjualnya sejak lama. Masak karena yang besar-besar itu, kita yang kecil-kecil jadi rugi?” keluh Yuli.
Meski gagal pada tahun 2005, AQUA belum menyerah. Pada tahun 2010 ini, manajemen
AQUA kembali mencanangkan skema go private. Harga yang ditawarkan pun naik drastis menjadi Rp500.000 per saham.
Sebagai catatan, harga saham AQUA di pasar reguler sebesar Rp244.800 per saham,
sedangkan di pasar negosiasi (NG) dan pasar tunai (TN) sebesar Rp350.000 per saham.
“Harga tender offer dari PT Tirta Investama sebagai pemegang saham kendali,”
ujar Direktur Utama AQUA, Parmaningsih Adinegoro.
Komposisi pemegang saham AQUA adalah PT Tirta Investama 12.419.090 saham
(94,35%) dan publik 743.383 saham (5,65%). Dengan harga sebesar Rp500 ribu per saham, maka total dana yang harus dirogoh Tirta Investama sebesar Rp371,691 miliar.
Untuk keperluan ini, AQUA akan menggelar RUPS pada 22 September 2010
dalam rangka meminta persetujuan pemegang saham minoritas. RUPS kali ini
sedikit berbeda. Manajemen AQUA telah mewanti-wanti kepada pemegang
saham kalau penawaran kali ini merupakan kesempatan terakhir pemegang
saham untuk menjual sahamnya di harga tinggi.
“Ini sudah merupakan penawaran terbaik. Kalau perseroan tetap jadi
perusahaan publik, maka harga saham akan tergantung mekanisme pasar dan
pemegang saham,
terutama yang memegang saham odd lot (jumlah saham di bawah 500 lembar saham)
dimana banyak pemegang saham perseroan yang seperti ini, akan kehilangan kesempatan untuk menjual pada harga seperti yang ditawarkan pada tender offer. Artinya kesempatan emas akan hilang,” jelas Parmaningsih.
Parmaningsih mengakui, ancaman penolakan masih mungkin terjadi pada RUPS kali
ini. Namun ia bersama manajemen AQUA memastikan kalau penawaran kali ini merupakan penawaran terakhir yang akan diberikan AQUA. Jika gagal, maka tidak akan ada lagi skema go private.
“Kalau tetap ada penolakan, maka tidak akan ada lagi aksi korporasi. Ini upaya
terakhir dan maksimal yang bisa ditawarkan kepada pemegang saham,” tegas Parmaningsih.
Meski demikian, Parmaningsih optimistis kalau pemegang saham minoritas akan
menyetujui skema go private pada kesempatan kali ini. Sebab, banyak pemegang saham minoritas yang telah menyampaikan konfirmasi atas kesiapannya mendukung rencana tersebut.
“Selama ini banyak pemegang saham yang sudah menghubungi perseroan menyatakan
keinginan untuk menjual sahamnya,” ujar Parmaningsih.
Yuli pun menyatakannya kesiapannya mendukung rencana ini. Ia mengaku tidak
melihat alasan untuk menolak rencana ini.
“Buat apa repot-repot minta harga tinggi kalau ujung-ujungnya malah
nggak dapat apa-apa. Manajemen kan sudah bilang kalau ini penawaran
terakhir, jadi saya pikir sebaiknya semua pemegang saham minoritas
setuju saja lah, supaya sama-sama enak, semuanya untung,” ujarnya.
Hal itu pun diakui oleh Eddy. Ia pun mengaku siap mendukung rencana go private
AQUA dalam RUPS 22 September 2010.
“Kalau saya sih melihatnya, harga yang ditawarkan sudah sangat bagus. Kapan lagi
bisa jual pada harga segini. Kalau jual di market sulit, tidak ada posisi. Lagipula ini kesempatan terakhir kan, kalau tidak jual sekarang, kapan lagi?” ujar Eddy.
Bagaimana tidak, dengan modal membeli 100 lembar saham sebesar Rp 750.000, Eddy
bakal memperoleh dana sebesar Rp 109,5 juta dari penjualan 219 lembar sahamnya di harga Rp 500.000 per saham. Itu berarti, selisih keuntungan (gain) yang diperoleh Eddy dari penantian selama 20 tahun sejak IPO AQUA mencapai 14.500%!
(dro/qom)
Sumber: DetikFinance, via: Parahita.WordPress.Com, gambar dari hasil pencarian Google.
Posting Komentar