Pak Parahita menulis: 

Seorang investing besar bisa berlatar belakang apa saja, dan Thomas Rowe Price, Jr adalah salah satu di antaranya. Setelah memperoleh gelar sarjana Kimia, ia banting setir menjadi seorang investor. Pada tahun 1937, ia mendirikan perusahaan investasi T. Rowe Price di Baltimore, Maryland. Agar lebih mudah, selanjutnya saya akan menyebutnya dengan T. Rowe Price, sesuai dengan perusahaan investasinya. Coca Cola, IBM, dan P&G adalah beberapa saham yang dimilikinya dan kemudian terbukti tumbuh pesat menjadi raksasa, bahkan hingga saat ini.beberapa saham yang dimilikinya dan kemudian terbukti tumbuh pesat menjadi raksasa, bahkan hingga saat ini. 


Dedikasinya yang luar biasa terhadap pemikiran mengenai growth investing tak ayal membuatnya disebut sebagai “The Father of Growth Investing”. Price mempercayai bahwa investor bisa mendapatkan imbal hasil yang tinggi dengan berinvestasi pada perusahaan yang dikelola dengan baik, beroperasi di industri yang prospektif dengan laba dan dividen yang diharapkan dapat tumbuh melebihi inflasi serta pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut adalah esensi dari growth investing. Sementara itu, Price sendiri mendefinisikan growth stocks sebagai saham dari suatu bisnis yang telah menunjukkan pertumbuhan laba jangka panjang yang meyakinkan dan setelah dipelajari dengan seksama, memberikan indikasi akan melanjutkan pertumbuhannya di masa mendatang. 

Price mempercayai bahwa perubahan adalah satu-satunya kepastian bagi investor. Perubahan tren sosial, politik, ekonomi, dan industri akan mengubah pilihan saham kita. 

Berbeda dengan anggapan kebanyakan orang yang menganggap bahwa pada growth investing, kita bisa membeli saham pada harga berapa saja asalkan bisnisnya tumbuh, T. Rowe Price menaruh perhatiannya yang cukup besar tentang hal tersebut. Ia tidak menyukai Price to Earnings ratio (PER) yang tinggi. Price berpendapat bahwa waktu terbaik untuk membeli growth stock adalah ketika pasar tidak menyukai saham. Pada kondisi tersebut, kita bisa memperoleh saham yang bisnisnya tumbuh tinggi dengan harga yang lebih masuk akal. 

Berbeda dengan Buffett yang melakukan pendekatan bottom up dalam berinvestasi, Price memilih pendekatan top down. Ia akan mempertimbangkan kondisi ekonomi serta mencoba mendeteksi titik-titik kritis dalam perjalanan suatu industri. Setelah itu ia akan memilih saham apa yang sesuai dengan hipotesisnya. 

Laba dan Siklus Ekonomi

Pada setiap puncak dari siklus ekonomi, laba perusahaan akan cenderung meningkat. Price akan mendeteksi data laju pertumbuhan historis pada setiap puncak siklus ekonomi dan mempergunakannya untuk memproyeksikan laba perusahaan. 

Price sangat memperhatikan siklus hidup perusahaan. Ia akan mencoba untuk mendeteksi perusahaan yang berada pada fase pertumbuhan awal yang belum banyak mendapatkan perhatian dari publik. Ia menekankan bahwa kita harus bisa mengenali tren pertumbuhan laba riil dari perusahaan dengan menghilangkan distorsi dari siklus ekonomi. Dalam hal ini, Price cenderung menjauhi perusahaan-perusahaan cyclical yang labanya sangat dipengaruhi oleh siklus ekonomi. 

Kriteria Pemilihan Saham 

Untuk mempermudah, saya akan membagi kriteria pemilihan saham Price menjadi dua aspek, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Kriteria-kriteria berikut saya kutip dari buku Lessons from The Legends of Wall Street yang ditulis oleh Nikki Ross, CFP. 

  • Aspek Kualitatif
  1. Apakah manajemen memiliki kapabilitas serta reputasi yang baik?
  2. Apakah top level manajemen memiliki saham perusahaan dengan jumlah yang substansial?
  3. Apakah produknya lebih baik dari kompetitor dan diinginkan oleh pelanggan?
  4. Apakah perusahaan memiliki divisi R&D yang bagus yang ditunjukkan dengan rekam jejak produk yang luar biasa?
  5. Apakah perusahaan adalah pemimpin pasar yang memiliki keunggulan kompetitif?
  6. Apakah perusahaan memiliki hubungan yang baik dengan karyawannya dan mampu menarik karyawan-karyawan berkualitas terbaik?
  7. Apakah perusahaan memiliki credit rating yang bagus dan utang yang kecil atau masuk akal? 
  • Aspek Kuantitatif
  1. Apakah pertumbuhan penjualan, laba, dan dividen konsisten?
  2. Apakah profit margin cukup tinggi dana dapat bertahan di masa mendatang?
  3. Apakah manajemen mampu memberikan return on shareholder equity (ROE) dan return on total invested capital (ROIC) yang tinggi?
  4. Apakah sahamnya dijual dengan harga yang wajar jika dibandingkan dengan PER historis dan potensi laba di masa depan?

Selain kriteria-kriteria tersebut, Price juga sangat tidak menyukai campur tangan pemerintah dalam bisnis. Kriteria lain yang mungkin dimasukkan adalah kuatnya free cash flow

Pendapat Pribadi Saya (Parahita)

Berdasarkan penjabaran di atas, terlihat bahwa walaupun T. Rowe Price menggunakan pendekatan yang berbeda dari investor lain seperti Warren Buffett atau Peter Lynch, terdapat beberapa kesamaan di antara mereka. Mereka bertiga memperhatikan prospek suatu bisnis sebelum berinvestasi serta mengapresiasi manajemen yang bagus.

Price menyukai perusahaan yang sedang dalam fase pertumbuhan awal. Dalam kenyataannya, tidak banyak perusahaan seperti ini walaupun bukan berarti tidak ada. Pada beberapa tahun terakhir, beberapa saham yang seingat saya memenuhi kriteria tersebut antara lain Arwana Citramulia (ARNA), Tiga Pilar Sejahtera (AISA), Ace Hardware (ACES), Selamat Sampurna (SMSM). Beberapa di antaranya adalah perusahaan lama yang mengalami kebangkitan kembali dan kemudian memulai era pertumbuhan tinggi.

Sebagai informasi, pada tahun 2013 terdapat kurang lebih 60 saham yang labanya selama 5 tahun berturut-turut tumbuh secara konsisten dengan laju minimal 15% per tahun. Berangkat dari situ, Anda bisa memeriksa ROE, ROIC, serta dividennya untuk membuat jumlahnya menjadi lebih sedikit dan mudah untuk diteliti dengan lebih seksama. 

Sumber: Parahita.Wordpress.Com.  




Posting Komentar

 
Top