Defisit neraca perdagangan mencapai US$346 juta (defisit pertama sejak November 2014) ketika kami dan konsensus justru memprediksi adanya surplus masing-masing sebesar US$554 juta dan US$900 juta.

Ekspor dan impor menjadi penyebabnya, dan kejutan terjadi lebih besar pada impor. Impor YoY dibukukan lebih baik daripada prediksi kami (prediksi kami: -25% YoY vs. aktual: -18% YoY pada November 2015) sedangkan impor bulanan tumbuh 3,6% karena bahan mentah dan barang konsumsi.


Yang menarik adalah kenaikan signifikan dari impor perhiasan/berlian yang melompat menjadi US$298 juta pada November 2015 dari US$42 juta pada bulan sebelumnya (naik +607% MoM). Hal itu tidak biasa karena impor perhiasan tersebut biasanya hanya sebesar US$95 juta dan US$87 juta masing-masing pada 2013 dan 2014.

Di sisi lain, ekspor berkontraksi lebih dalam daripada prediksi, baik secara bulanan maupun tahunan (prediksi kami: -18,5% yoy vs. -17,6% yoy). Kondisi ekspor itu disebabkan oleh penurunan ekspor non-migas, terutama CPO dan nikel.

Higher import does not entirely spell better economic condition. Memang kami melihat ada sisi positif dari impor itu, misalnya kenaikan impor besi, baja, mesin, dan alat listrik. Meskipun demikian, karena kenaikan impor November justru disebabkan oleh perhiasan mengurangi premis kondisi ekonomi yang lebih baik (impor perghiasan berkontribusi 2ppt dari total impor bulanan 3,6%).

Pergerakan impor barang modal yang bergelombang secara year on year juga mengindikasikan bahwa tingkat investasi belum mencapai tren yang berkelanjutan. Kami meyakini impor akan memimpin pola pertumbuhan akan lebih solid pada 2016 karena investasi swasta dan pemerintah diprediksi akan naik pada periode yang sama (bisa dilihat pada riset kami sebelumnya yang berjudul ‘2016 Economic Outlook: A Better Game Plan’).

More risk on export going forward due to weakening commodity prices. Sebetulnya, salah satu perhatian utama ke depannya adalah sisi ekspor karena penurunan harga komoditas yang berkelanjutan. Harga minyak telah mencapai US$38,5/bbl baru baru ini (posisi terendah sejah pertengahan 2004) dan kondisi itu dapat menurunkan harga komoditas lain di pasar.

Hingga saat ini, kami memprediksi defisit neraca berjalan (CAD) masih akan tetap terukur yaitu sekitar 2,2%-2,4% GDP pada 4Q2015 (dengan asumsi neraca perdagangan Desember 2015 antara 0 dan -US$350 juta), sehingga membuat CAD keseluruhan tahun ini menjadi 2% GDP. Namun, jika harga minyak masih berlanjut berada di kisaran US$50/bbl sepanjang 2016 dan memicu penurunan harga komoditas lain, maka kinerja ekspor ke depannya masih dapat tertekan.

Policy implication: Safe to keep the benchmark rate unchanged at 7.5% for the moment. Alasannya adalah pelemahan tekanan rupiah karena begitu yakinnya pelaku pasar global terhadap kenaikan Federal Funds Rate pada Desember 2015 (kemungkinannya sebesar 76%) yang ditambah faktor penurunan harga minyak baru-baru ini.

Turunnya harga komoditas merugikan eksportir dan juga rupiah, yang melemah 1,6% bulan ini saja, lebih besar daripada nilai tukar negara ASEAN (0,3%), Brasil (0,3%), India (0,4%), dan China (1%).

Kami menilai bank sentral memiliki ruang untuk memangkas BI rate pada 1H2016 dengan kondisi inflasi yang masih terukur dan risiko eksternal yang berangsur melonggar. (Leo Rinaldy/Ekonom/Riset Mandiri Sekuritas) 


Sumber: milis KompilasiRiset 

Gambar dari pencarian Google 






Posting Komentar

 
Top